Drama Crush dan Rasa Superioritas
(foto diambil dari My Dramalist)
Beberapa hari ini saya menghabiskan hari saya dengan melihat China drama Crush. Saya benar-benar merasa bosan, sehingga saya mencari judul drama yang bagus. Akhirnya saya menemukan drama ini di list China drama terbaru. Drama ini baru dirilis pada bulan Agustus tahun ini.
Drama ini diperankan oleh Evan Lin sebagai Su Nian Qin dan Wang Peng sebagai Sang Wu Yan. Drama ini bercerita tentang seorang penulis lagu yang memiliki disabitas netra, yang memiliki rasa rendah diri. Dia juga bekerja sebagai guru pengganti di sebuah sekolah disabilitas. Dia menggunakan nama samaran Yi Jin untuk merilis lagunya. Suatu saat dia bertemu dengan Sang Wu Yang, seorang mahasiswa Psikiologi yang melakukan magang sebagai pembawa acara radio dan guru. Pertemuan ini pun berlanjut dengan hubungan romantisme, walaupun hubungan keduanya tidak berjalan dengan lancar.
Dalam drama ini saya sangat tertarik dengan isu disabitas yang diangkat. Ada salah satu adegan ketika Nian Qin dan Wu Yan menghadari acara amal yang dilakukan sebuah perusahaan di sekolah tempat mereka berdua mengajar. Dalam pertemuan itu salah satu perwakilan perusahaan tersebut menceritakan kecelakaan yang dialami anak didik Nian Qin dan Wu Yan dalam pidatonya. Orang itu merasa beruntung dengan ketidakcacatannya dan merasa kasian dengan kebutaan yang dialami anak tersebut.
Suasana dalam acara itu menjadi canggung. Wu Yan pu bertanya, kenapa orang itu berpidato seperti itu. Nian Qin pun menjawab karena dia (orang yang berpidato) tidak pernah merasa berada di tempat orang yang tidak beruntung. Wu Yan pun merasa sedih melihat dan mendengar pidato tersebut dan mengkhawatirkan dampak psikologis yang dialami anak didiknya.
Drama ini membuat kita mengetahui bagaimana sering kita merasa superior dan merasa beruntung. Kita sering merendahkan orang lain dengan keberuntungan kita dan merasa kasihan kepada orang yang tidak seberuntung kita. Padahal orang itu tidak merasa perlu dikasihiani.
Drama ini menggelitik saya tentang rasa tersebut. Suatu saat saya pernah bertemu orang yang merasa dirinya superior dan menganggap enteng sebuah bunuh diri adalah suatu tindakan pengecut. Saya pun kaget mendengar hal tersebut, karena saya pernah mengalami fase mental illness saya kambuh. Fase tersebut sangat menyakitkan menurut saya.
Orang tersebut beranggapan bahwa orang yang mengalami mental illness adalah orang yang tidak mempercayai Tuhan. Padahal hal tersebut salah. Mental illness tidak hanya bisa disembuhkan dengan percaya dengan Tuhan saja, perlu juga bantuan dari medis dalam penanganannya.
Cerita saya terlihat seperti tidak menyambung dengan review drama tersebut ya?
Aslinya menyambung dengan merasa superioritas tersebut. Orang tersebut merasa beruntung di posisinya dan tidak merasakan dalam posisi tertekan seperti orang yang bunuh diri. Sering rasa sombong tersebut menghilangkan rasa empati kita. Kita mengganggap rendah orang lain tentang sebuah keberuntungan yang kita miliki. Padahal setiap orang memiliki keburuntungan masing-masing. Semoga review ini dapat menghibur