Le Coup de Foudre dan Gender Gap di China

  (Diambil dari Viu)



Ketagihan saya dengan drama China masih berlanjut. Saya yang kehabisan referensi drama dari teman-teman, akhirmya memutuskan mencari referensi lewat mesin pencarian. Setelah beberapa lama, saya memutuskan menonton drama Le Coup De Foudre.


Dari judulnya sendiri terlihat asing dengan penggunaan Bahasa Perancis sebagai judulnya. Judul mandarinnya sendiri adalah 我 只 喜欢 你 (Wo Zhi Xihuan Ni) atau dalam Bahasa Indonesia berarti 'Saya Hanya Menyukaimu' . Drama ini diadaptasi dari novel yang berjudul I Don't Like The World, I Only Like You karya Qiao Yi, yang menceritakan perihal pengalaman hidupnya.


Drama ini menceritakan perihal Zhao Qiaoyi dan Yan Mo. Cerita keduanya diawali dengan "ketidak sengajaan" Qiaoyi memilih teman duduk, karena rankingnya yang jelek dan dia sulit menemukan teman untuk duduk bersama. Cerita mereka pun berkembang ketika Yan Mo menjadi tentor belajar Qiaoyi dan Fei Dachuan (paman Yan Mo). Qiaoyi dan Yan Mo pun bertekad untuk meneruskan pendidikannya di Inggris.


Tapi tak diyana, ayah tiri Qiaoyi mengalami kecelakaan kerja. Hal ini mengakibatkan Qiaoyi melepaskan impiannya untuk melanjutkan ke Inggris. Yan Mo yang meneruskan kuliah di Inggris sempat mengungkapkan perasaannya ke Qiaoyi. Tetapi Qiaoyi menolaknya, karena dia ingin berfokus ke orangtuanya. Waktu pun berjalan yang akhirnya mereka ditemukan lagi. Walau sempat mengalami rintangan dalam cintanya, cinta keduanya pun akhirnya berlabuh dalam pernikahan.


Ada salah satu scene yang menarik perhatian saya, yaitu cerita perihal ayah kandung Zhao Qiaoyi. Qiaoyi sendiri terlahir kembar dengan kakak laki-laki yang bernama Zhao Guanchao. Mereka lahir di keluarga yang tidak harmonis. Sang ayah selalu mabuk dan melakukan kekerasan ke Qiaoyi dan Ibunya. Kekerasan ini membuat Qiaoyi harus melakukan operasi, tetapi ayahnya tidak mau mengeluarkan uang untuk Qiaoyi.


Orangtua mereka pun akhirnya bercerai, yang kemudian membuat Qioayi dan Guanchao mengalami trauma. Ayah Qiaoyi berpandangan bahwa perempuan adalah segmen kedua yang tidak perlu diperhatikan. Suatu ketika saat remaja ayah mereka datang ke sekolah mereka, dia meminta Qioayi untuk membujuk Guanchao datang menemuinya. Guanchao pertama menolak, tapi akhirnya dia mau menemui atas bujukan Qioayi.


Dalam pertemuan ini, Guanchao mengetahui alasan ayahnya ingin bertemu. Ayahnya meminta Guanchao untuk mengikutinya berimigrasi ke Kanada, dia mengharapkan Guanchao mau dan meneruskan marga Zhao. Hal ini terjadi karena ayah Guanchao hanya memiliki anak perempuan di perkawinannya sekarang. Guanchao pun menolak, dia mengetahui tindakan diskriminasi yang dilakukan ayahnya. Dia menegaskan bahwa marga Zhao dinamanya adalah marga ibunya (karena ibunya juga bermarga Zhao), bukan marga dari ayahnya. Ketika Qiaoyi menikah pun, sang ayah hanya memberi ucapan selamat saja.


Tindakan yang dilakukan oleh ayah Qiaoyi dan Guanchao sebenarnya bukan hal yang baru di China sendiri. Tindakan ini sebenarnya sudah mengakar dan hal ini menjadi batu sandungan bagi perempuan di China. Menurut pandangan perempuan China sendiri perempuan dianggap subordinat dalam masyarakat.


Dalam ajaran Konfusius yang mengakar di China, anak perempuan dianggap sebagai anggota keluarga sementara yang nanti akan ikut dalam keluarga suaminya. Seorang perempuan ketika sudah menikah akan dihadapkan pekerjaan domestik yang menanti mereka. Dalam ajaran Konfusius sendiri ada higlight yang berbunyi "pria akan mengatur hal luar, perempuan yanh mengatur hal dalam" atau dalam Bahasa Mandarin berbunyi  男 主 外, 女 主 内 (nan zhu wai, nu zhu nei). Seorang laki-laki dapat mengikuti berhubungan dengan dunia luar, sedangkan perempuan hanya terbatas dalam urusan rumah.


Ajaran ini mengakibatkan ketimpangan gender di China. China sendiri sekarang menepati urutan 37 dalam program Kesetaraan Gender yang digagas oleh PBB. Ketimpangan gender ini juga terlihat, ketika kebijakan satu anak terjadi China. Banyak janin perempuan digugurkan ketika kebijakan ini terjadi. Dampak dari kebijakan ini pun mulai terasa, ketika jumlah laki-laki di China lebih banyak dari jumlah perempuan. Hal ini pun terlihat di wilayah desa-desa di China.


Banyak laki-laki di desa-desa di China melajang, karena tidak adanya gadis yang dapat dinikahinya. Populasi perempuan di China pun terbanyak ada di kota. Suatu rujukan kebijakan pun diambil oleh peneliti China untuk menikahkan gadis kota dengan laki-laki desa. Hal ini pun menjadi pro kontra di publik China sendiri sampai sekarang. 


Melalui drama ini, kita bisa melihat bagaimana ketimpangan gender yang terlihat di China. Drama ini saya rekomendasikan untuk ditonton. Karena tidak hanya cerita romantismenya saja yang menarik, tetapi juga cerita isu sosial yang diangkatnya juga menarik.




Sumber :
https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/drama-china-le-coup-de-foudre-nostalgia-cinta-pertama-di-sma-f5CF

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Gender_inequality_in_China#:~:text=Women%20tend%20to%20be%20negatively,experience%20career%2Doriented%20job%20changes.

Vice Asia



 

Postingan populer dari blog ini

Drama The Day Of Becoming You, Steven Zhang, dan Femininitas

Move To Heaven dan Arti Sebuah Hubungan

Gangguan Mental dan Stigma